KOTA TANGERANG, TANGERANGEKSPRES.CO.ID-Pengawasan pengelolaan keuangan daerah menjadi tugas kejaksaan. Agar tidak bocor ke mana-mana. Penegakkan hukum secara represif adalah jalan terakhir. Banyaknya pejabat negara yang dijadikan tersangka, bukan menjadi kebanggaan dan prestasi bagi Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tangerang.
Prestasi tertinggi adalah saat mampu mencegah terjadinya korupsi dan menyelamatkan keuangan dan ekonomi negara. Untuk mencegah terjadinya korupsi dibutuhkan kolaborasi yang kuat antara Kejari dan Pemkot Tangerang. Namun, sayangnya Pemkot Tangerang masih setengah hati berkolaborasi. Hal ini terungkap saat Tim 11 berdiskusi dengan tim Kejari Kota Tangerang, Senin (19/12) di kantor Kejari Kota Tangerang.
Tim 11 yang hadir Ibnu Jandi aktivis kajian kebijakan publik, Andri S Permana anggota DPRD Kota Tangerang Fraksi PDI Perjuangan, Bambang Kurniawan Rektor Yuppentek Tangerang, Miing aktivis kebudayaan dan kesejarahan, Edi Bonetski aktivis seni dan mural grafiti, dan Ukon Sukanda dosen UNIS Tangerang.
Dari Kejari Kota Tangerang, Kepala Seksi Intelijen R.Bayu Probo, Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Jonitrianto dan Kasubsi Penyidikan Misael Tambunan. Hampir 2,5 jam diskusi berlangsung asyik. Tak melulu serius, ada kalanya muncul candaan-candaan. Diskusi seputar kolaborasi Kejari Kota Tangerang dengan Pemkot Tangerang dan penegakkan hukum.
Dalam paparannya, Bayu menyambut baik kedatangan Tim 11. “Kejaksaan menerima dengan senang hati kunjungan silaturahmi Tim 11 ini yang memang memiliki visi membangun Kota Tangerang lebih baik lagi kedepannya,” ungkapnya. Pria asal Solo, Jawa Tengah ini mengatakan sesuai instruksi Presiden Jokowi dan Jaksa Agung, kejaksaan di daerah diminta ikut mengawal pembangunan. Dengan cara mengedepankan pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi.
“Kita sudah melakukan pencegahan korupsi dengan melakukan pendampingan, dimulai dari perencanaan program. Tetapi, faktanya sekarang serapan APBD Kota Tangerang masih rendah,” paparnya. Bayu mengungkapkan para pejabat Pemkot Tangerang justru merasa terganggu kepentingannya dengan adanya pendampingan dari kejaksaan.
“Ada hambatan komunikasi antara kita dengan pemkot. Sejatinya, dengan kolaborasi yang kuat kita bisa mencegah terjadinya korupsi,” jelasnya. Salah satu upaya yang dilakukan kejaksaan, kata Bayu, timnya sudah membuat perkiraaan keadaan (kirka) pelaksanaan APBD 2023 yang baru disahkan beberapa pekan lalu.
“APBD 2023 sudah kita bedah dan telah. Kita sudah membuat telaah dan kajian mana program-program yang berpotensi terjadi tindak pidana korupsi. Kajian itu kita berikan ke pemkot. Ini untuk mencegah terjadinya korupsi. Kalau mereka tetap menabrak-nabrak aturan, kita tindak,” tegas Bayu yang sudah 2,5 tahun menjadi Kasi Intel di Kejari Kota Tangerang ini.
Bayu mengatakan dalam mencegah korupsi, Pemkot Tangerang diminta terbuka dengan masyarakat dengan memberikan ruang diskusi seluas-luasnya kepada masyarakat. “Saya tidak pernah menolak tamu. Justru makin banyak masyarakat yang bertemu dengan saya, makin banyak pula informasi yang bisa kita serap,” ujarnya. Dalam setahun terakhir, Kejari Kota Tangerang telah menerima 132 laporan dari masyarakat.
Tapi, tak semua laporan memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti. Ada juga beberapa laporan yang tidak d
idukung bukti-bukti awal yang kuat. Misael Tambunan yang setiap hari bergelut dengan penyidikan kasus menegaskan, penanganan kasus korupsi saat ini bukan pada seberapa banyak pejabat negara yang menjadi tersangka.
Tetapi dititikberatkan pada penyelamatan keuangan dan ekonomi negara. “Kami tidak bangga dengan banyaknya kasus yang bisa kita tangani. Tapi, kami bangga dengan banyaknya uang negara yang bisa kita selamatkan. Kami bangga dengan semakin banyaknya kebocoran keuangan yang bisa kita tutup,” tandasnya.
Kasi Datun Jonitrianto menambahkan, pihkanya masih berpegang teguh kepada Perjanjian Kerja Sama antara Kemendagri dengan Kejaksaan RI dan Polri yang dibuat pada Februari 2018 tentang koordinasi aparat pengawas internal pemerintah (APIP) dengan aparat penegak hukum (APH) dalam penanganan laporan aduan masyarakat yang berindikasi tindak pidana korupsi.
“Kami melakukan pendampingan hukum kepada Pemkot Tangerang dan melaksanakan apa yang tertuang dalam
pasal-pasal di perjanjian tersebut. Misalnya, kita melakukan pendampingan untuk menyelesaikan rekomendasi dari
BPK kepada pemkot. Kita terlibat dalam menyelesaikan rekomendasi BPK tersebut,” ungkapnya.
Jonitrianto memaparkan, dalam hal pelaksanaan kegiatan yang didanai dari APBD Kota Tangerang, sering memberikan poin-poin dan masukan terhadap pelaksanaan kegiatan yang berpotensi terjadinya korupsi. “Terkadang petunjuk-petunjuk kita tidak dilaksanakan, salah satu akibatnya serapan APBD saat ini rendah. Prinsipnya, pendampingan yang kita lakukan terhadap kegiatan di pemkot, bukan jaminan tidak terjadi korupsi. Semua bergantung pada perilaku si pejabat itu. Kalau mereka tidak melaksanakan hasil telaah dan kajian hukum dari kita, terpaksa kita dorong untuk penindakan hukum,” tegasnya.
Jonitrianto pun menghadapi beberapa kendala komunikasi dengan para pejabat Pemkot Tangerang untuk membangun kolaborasi yang kuat. “Terkadang mereka baru mau komunikasi saat terjadi masalah. Sementara saat pendampingan, mereka tidak mau memberikan data-data lengkap. Ternyata kehadiran kita dianggap mengganggu kepentingan-kepentingan mereka,” ungkapnya.
Andri S Permana mengatakan selama ini Kejari Kota Tangerang sudah menjalankan tugasnya, melakukan pencegahan dan penindakan hukum. Ia sepakat, kolaborasi yang kuat antara kejaksaan dengan Pemkot Tangerang bisa meminimalisir tindak pidana korupsi.
“Kolaborasi yang kuat terutama dalam pendampingan perencanaan. Karena, perencanaan yang lemah, akan berimplikasi terjadinya masalah di kemudian hari. Ujungnya pasti bermasalah,” katanya.
Rektor Yuppentek Bambang Kurniawan mengungkapkan kejaksaan sebagai APH tetap berada di tengah. “Timbangan itu harus tetap di tengah, tidak miring ke kanan dan ke kiri,” paparnya. Menurutnya, kolaboratif yang kuat kata kuncinya, kemampuan seorang pemimpin Face to Face Dialog. “Jika ada interaksi langsung tatap muka, bisa memberikan saling pemahaman, lalu kesepahaman. Kemudian dibangun komitmen pada proses. Selanjutnya dibangun kepercayaan. Apa jadinya jika pemerintah sudah tidak ada kepercayaan dari masyarakat ?” ujar Bambang.
Ibnu Jandi memaparkan Tim 11 ini dibentuk sebagai bentuk bagian dari partisipasi masyarakat yang konstruktif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. “Kami bukan yang paling benar dan paling tahu. Tapi mencoba melakukan identifikasi, investigasi atas situasi dan kondisi. Kemudian kita melakukan telaah dan kajian. Hasilnya kita berikan kepada pemerintah untuk mendorong inovasi pemerintah daerah,” ungkapnya. Bayu menimpali, Tim 11 untuk terus berkiprah melakukan kajian dan telaah. “Pak Ibnu Jandi dan kawan-kawan jangan berhenti mengkritik, teruslah mengkritik pemerintah. Kritik juga kita,” timpal Bayu. (rud)