TANGERANGEKSPRES.CO.ID – Pengamat kebijakan publik IDP-LP Riko Noviantoro menilai perbuatan curang dalam pelaksanaan PPDB SMA/SMK Negeri merupakan perbuatan melawan hukum. Dia mendorong pelaku untuk dipidanakan. Seperti dugaan jual beli kursi oleh oknum.
“Itu mencederai integritas dalam sebuah sistem pendidikan. Bagi siapa saja yang membuka ruang itu harus dikenai pidana. Karena itu sebuah kejahatan. Dan menghilangkan kesempatan untuk sekolah bagi calon siswa yang berhak,” tegas Riko saat dihubungi Tangerang Ekspres, Rabu (12/7/2023).
Dikatakan, seharusnya masyarakat yang mampu secara ekonomi apabila anaknya tidak lolos dalam pelaksanaan PPDB tidak memaksakan diri dengan cara tidak terpuji. Masyarakat mampu dapat menyekolahkan anaknya di sekolah swasta.
“Seharusnya yang nggak mampu (ekonomi) masuk sekolah negeri dan yang mampu masuk sekolah swasta. Boleh masuk sekolah negeri tapi terpenting tidak melakukan jual beli kursi. Kalau memang anaknya tidak lolos jangan melakukan praktik gratifikasi. Jangan memaksakan diri jual beli kursi. Kalau itu dilakukan orang miskin makin susah saja hidupnya, karena tidak punya kesempatan sekolah,” paparnya.
Dia menjelaskan, kekisruhan PPDB basisnya adalah tidak tersedianya secara baik ketersediaan sekolah negeri. Harapan masyarakat menyekolahkan anaknya di sekolah negeri itu masih tinggi dengan pertimbangan sekolah swasta berbiaya tinggi dan gengsi sekolah negeri yang masih menjadi tren di masyarakat. Padahal, sekolah swasta pun sistem pengajarannya tidak kalah bagus dengan sekolah negeri.
Riko menguraikan, permasalahan PPDB kerap kali terjadi setiap tahunnya. Pemerintah tidak cepat menangggapi masalah ini. Belum lagi pertumbuhan jumlah calon siswa di sebuah kota seperti Kota Tangerang sebagai kota urbanisasi. Kondisi tersebut berdampak pada hukum ekonomi. Dimana ketersediaan barang sedikit tapi yang membutuhkan banyak. Maka munculah pelaku-pelaku yang menyimpang melakukan praktik-praktik kecurangan pada pelaksanaan PPDB, salah satunya jual beli kursi.
“Saya pikir ini sebuah permasalahan serius. Untuk isu pendidikan ini pelaku telah melakukan suatu pelanggaran serius di dunia pendidikan. Menyontek saja salah, apalagi sampai menyuap,” tambahnya.
Di dalam ekosistem pendidikan, lanjut Riko, moralitas seharusnya dijadikan pondasi. “Celakanya yang jadi pelaku adalah mereka-mereka yang ada dalam sistem itu,” bebernya.
Dikatakan, kondisi itu tidak dapat ditoleransi, apalagi kemudian ada elemen masyarakat yang terlibat, ini semakin membenarkan korupsi itu ada. Untuk mengatasi fenomena sengkarut PPDB, dia mendorong pemerintah menyediakan sekolah yang memadai yang dapat menampung calon siswa. Karena kebutuhan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah negeri itu masih tinggi.
“Jadi rasio sekolah negeri atau sekolah gratis itu memadai dengan kebutuhan masyarakat,” katanya.
Riko menjabarkan, konsep pendidikan pada era orde baru, setiap zonasi mulai dari tingkat kelurahan terdapat beberapa SD dan SMP, kemudian ditingkat SMA di setiap kecamatan. “Tapi itu kan itu tidak bergaris lurus dengan jumlah penduduk. Ditambah jumlah penduduk seperti perantau,” imbuhnya.
Jadi pemerataan jumlah sekolah, lanjut Riko, harus dengan pemerataan jumlah penduduk. “Orang tinggal di kota terlalu banyak tapi jumlah sekolah terlalu sedikit. Ketika ada urbanisasi besar seperti di Kota Tangerang ini, konsep sekolah tidak ada di setiap kecamatan, nggak ketemu rumusnya,” sambungnya.
Oleh karenanya, pemerintah harus menyediakan sekolah secara ideal dengan perhitungan yang lebih matang. Yang harus dilakukan pemerintah, sambung Riko, harus fokus mendata calon siswa yang akan masuk SMA tahun depan.
“Sekolah yang ada, berapa, berapa rombel yang ideal disekolah negeri. Tapi jangan sampai menganak tirikan sekolah swasta,” tukasnya.
Dia menambahkan, mencerdaskan, kehidupan bangsa merupakan komitmen negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 memiliki nilai dan cita-cita bangsa yang menjadi tuntutan penyelenggaraan pendidikan Indonesia. Pendidikan sudah seharusnya menjadi prioritas Negara dalam penyelenggaraannya guna menciptakan negara yang maju dan bersaing pada masa yang akan datang.
Selain itu, sesuai dengan Undang – Undang No 20 Pasal 4 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa; pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,
“Jadi jelas landasan dan asas yang dijunjung tinggi dalam menyelenggarakan pendidikan nasional dan hal tersebut selaras dengan aturan UU No 35 tahun 2014 Pasal 9 tentang perlindungan anak. Setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki sesuai minat dan bakat,” pungkasnya.
Reporter : Abdul Aziz