Beranda LEBAK BKKBN Sebut Kasus Stunting Di Lebak dan Pandeglang Tinggi

BKKBN Sebut Kasus Stunting Di Lebak dan Pandeglang Tinggi

0
BERBAGI
Ratusan calon pengantin saat mengikuti sosialisasi Stunting di Rangkasbitung, Senin 4 Desember 2023.

LEBAK, TANGERANGEKSPRES.CO.ID – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengaku kasus sunting di Kabupaten Lebak dan Pandeglang masih tinggi. Namun, pihaknya meyakini jika angka pravalensi stunting atau kekerdilan yang dialami anak-anak usia bawah lima tahun (Balita) akibat gagal tumbuh dipastikan mengalami penurunan 14 persen pada 2024.

“Kita optimis angka prevalensi stunting bisa turun mencapai 14 persen di tahun 2024,” kata Direktur Kesehatan Reproduksi BKKBN, Marianus Mau Kuru, pada Sosialisasi Percepatan Penurunan Stunting bagi Calon Pengantin dan Pasangan Baru, di Gedung PGRI Kabupaten Lebak, Senin (4/12/2023).

Keyakinan angka pravalensi stunting menurun itu, karena adanya kerja sama secara kolaboratif antar lembaga negara dan Non-Governmental Organization (NGO) swasta dan lain lain. Penanganan stunting tersebut mulai dilakukan intervensi dari pusat hingga ke desa-desa secara baik dan terencana serta berkolaboratif itu.

BKKBN menargetkan akhir tahun 2023 ini prevalensi stunting bisa menembus 17,8 persen, karena hari ini angkanya di 21,6 dan dipastikan secara nasional bisa tercapai penurunan 14 persen tahun 2024 sesuai harapan Presiden Joko Widodo.

Kata Marianus, saat ini, kasus stunting di Indonesia yang masih tinggi di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat, tetapi saat ini diberbagai daerah mulai semangat melakukan penanganan Stunting , mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota sampai desa.

“Kita mengapresiasi penanganan pravalensi stunting di Provinsi Banten dan hanya masih tinggi di dua daerah yakni Kabupaten Pandeglang dan Lebak,” ujarnya.

Menurut Marianus, kegiatan sosialisasi penurunan stunting itu tentu dilakukan dari hulu mulai remaja, calon pengantin hingga kehamilan dan kesehatan bayi. Karena itu, mereka calon pengantin (catin) harus dipersiapkan bagaimana untuk membangun rumah tangga agar melahirkan generasi unggul dan tidak melahirkan anak stunting.

Mereka para catin itu tentu sebelum menikah wajib tercatat dalam aplikasi eksimil, sehingga dalam membangun rumah tangga dapat pembinaan dan edukasi, seperti mengkonsumsi makanan bergizi, pemeriksaan kesehatan rutin, dan jarak kelahiran anak minimal 3-4 tahun.

“Kami berharap para catin dan pasangan usia subur (PUS) yang siap membangun rumah tangga nantinya tidak melahirkan anak stunting untuk mempersiapkan generasi emas tahun 2045,” tuturnya.

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Banten Rusman Effendi mengatakan saat ini angka prevalensi di Banten terjadi penurunan dari 25,6 persen, namun kini menjadi 20 persen dari 2021 ke 2023. Karena itu, untuk percepatan penurunan stunting itu harus dilakukan secara bersama-sama, kolaborasi, pentahelix dan sasarannya dari hulu. Jadi, kata dia, jangan sampai sudah terjadi stunting baru dilakukan intervensinya.

“Kami optimistis angka prevalensi 14 persen tahun 2024 bisa terealisasi dengan penangananya dilakukan dari hulu,” katanya.

Sementara itu, pasangan catin Opa dan Arif warga Rangkasbitung Kabupaten Lebak mengatakan dirinya kemungkinan mengelar pernikahan Desember 2023 dan masuk aplikasi eksimil sehingga mendapatkan pembinaan dan edukasi bagaimana untuk rumah tangga yang sakinah dan tidak melahirkan anak stunting. (*)

Reporter : A Fadilah

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here