TIGARAKSA – Kondisi Sungai Cidurian sangat memprihatinkan, air berubah warna menjadi cokelat kehijauan. Hal ini dikeluhkan warga Kabupaten Tangerang yang kesulitan mendapatkan air bersih saat kemarau panjang melanda, seperti di Desa Renged, Asem Muda maupun Koper, Kecamatan Kresek.
Warga bahkan berkali-kali meminta perhatian pemerintah daerah setempat tetapi tak kunjung datang. Tahun 2017 lalu, warga sudah menyampaikan laporan ke Pos Pengaduan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang. Namun laporan tersebut dinilai isapan jempol semata.
Terkait persoalan itu, DLHK Kabupaten Tangerang pun angkat bicara. Pencemaran Sungai Cidurian memang bukan hal baru, hanya saja belum ada kejelasan hasil koordinasi Pemkab Tangerang dengan Pemkab Serang. Sumber pencemaran sungai tersebut disinyalir dari Kawasan Industri Cikande. Demikian diungkapkan Kepala Seksi Pemantauan Kualitas Lingkungan DLHK Kabupaten Tangerang Rina Megasari.
“Pengaduan masyarakat soal pencemaran Sungai Cidurian sudah kami terima sejak 2017, bahkan beberapa hari kemarin ada kelompok masyarakat yang kembali membuat pengaduan. Tetapi perlu diketahui bahwa persoalan tersebut tidak bisa diatasi Pemkab Tangerang, harus melibatkan Pemkab Serang bahkan Pemprov Banten,” ujar Rina, Senin (23/7).
Rina menjelaskan, keterlibatan Pemkab Serang sangat penting. Lantaran DLHK Kabupaten Tangerang telah melakukan penelusuran sumber pencemaran itu. Dia mengaku pihaknya surat berkirim surat ke DLHK Kabupaten Serang, serta DLHK Provinsi Banten. Bahkan direncanakan untuk menyampaikan laporan langsung ke Gubernur Banten Wahidin Halim.
“Tentu kami tidak bisa mengintervensi pemilik industri di Kawasan Cikande, karena itu wilayah Kabupaten Serang. Untuk itu pemprov harus turun tangan. Kami sudah kirim surat ke DLHK Kabupaten Serang, sudah diadukan juga ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten,” kata dia.
Aduan yang disampaikan ke DLHK Provinsi Banten sudah lengkap, termasuk membawa sampel air Sungai Cidurian serta hasil uji laboratorium. Namun hingga kini belum ada kepastian perihal tindaklanjut pengaduan itu. Rina mengaku DLHK Provinsi Banten pernah menjanjikan untuk berkoordinasi dengan DLHK Kabupaten Serang.
Ia mengatakan, Pemkab Tangerang memang menyadari jika air Sungai Cidurian tak layak dipakai, sekalipun hanya untuk keperluan mencuci. Sebab hasil uji laboratorium menyatakan kadar pencemaran sungai tersebut tinggi. “Tetapi lagi-lagi kami tidak bisa menangani tanpa melibatkan Pemkab Serang dan Pemprov Banten,” tandas dia.
Rina menyebutkan, hulu Sungai Cidurian sampai sebelum Kawasan Industri Cikande terpantau normal alias tidak tercemar. Namun setelah kawasan itu warna air berubah drastis dan mengeluarkan bau tidak sedap. Sementara itu, tidak ada pabrik di Kabupaten Tangerang yang membuang limbah cair ke Sungai Cidurian. Industri di Kabupaten Tangerang diklaim memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Dia mengatakan, pencemaran air bukan hanya terjadi di Sungai Cidurian. Beberapa sungai lainnya juga tercemar, seperti Cisadane, Cirarab, dan Cimanceuri. DLHK Kabupaten Tangerang rutin melakukan pemantauan di sungai-sungai tersebut, minimal tiga kali dalam setahun.
“Sungai dengan pencemaran berat yaitu Cidurian, kalau Cirarab dan Cimanceuri ya masih kategori sedang. Itu pun ada batasan kewenangan untuk penanganan, seperti Sungai Cisadane masuk ke pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Laporan hasil pemantauan tetap kami sampaikan,” jelas Rina.
Dia menambahkan, pencemaran sungai tidak melulu akibat keberadaan industri. Sebab perizinan industri diperketat, dimana salah satu syarat penting yaitu harus memiliki IPAL. Pencemaran lingkungan dan sungai justru lebih dominan limbah domestik atau limbah rumah tangga.
“Kesadaran masyarakat masih rendah, buang sampah sembarangan, tidak terkecuali di sungai. Apalagi perumahan tidak wajib memiliki IPAL,” pungkas Rina.
Sementara itu, warga Desa Renged, Kecamatan Kresek Supriatna, mengaku sudah beberapa tahun terakhir ini sungai Cidurian sudah tak bisa digunakan lagi oleh masyarakat. Supriatna menjelaskan, setiap harinya, sungai tersebut kerap berubah warna, mulai dari hitam, merah dan juga hijau.
Bahkan sungai tersebut baunya sangat menyengat. “Kini tidak ada lagi warga yang menggunakan air sungai Cidurian. Ikan juga sudah tidak ada lagi, kecuali ikan sapu-sapu,” tegas Supriatna. (mg-3/mas)