LEBAK, TANGERANGEKAPRES.CO.ID – Komisi III DPRD Lebak mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) agar melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Adjidarmo Rangkasbitung, khususnya bagian Farmasi.
Karena, kelangkaan obat untuk pasien BPJS terus menerus terjadi dan hal ini seperti dibiarkan. Karena sudah lama hingga bertahun-tahun.
Ketua Komisi lll DPRD Lebak, Bambang SP mendesak pemkab Lebak agar segera melakukan evaluasi terhadap managemen RSUD. Karena, jika tidak dilakukan evaluasi, masalah yang menumpuk di RSUD tidak akan terpecahkan, karena bukan sistemnya yang salah. Tapi orang-orangnya lah yang tidak punya komitmen bekerja dengan baik.
“Buka perlu pecat pimpinan RSUD-nya. Karena layanan farmasi bagian yang sangat penting bagi pasien BPJS,” kata Bambang, kepada wartawan, saat ditemui di Ruang Komisi lll, Jumat 20 Oktober 2023.
Bambang menyayangkan kelangkaan obat khususnya bagi pasien BPJS. Karena, kelangkaan obat ini harusnya tidak terjadi apalagi RSUD Adjidarmo sudah menjadi RS BLUD yang saat ini tengah berbenah baik dalam bidang sarana dan prasarana serta pelayanan umum lainnya.
“Kami sudah gedek dengan managemen RSUD, kami banyak mendapatkan aduan dari masyarkat, karena setiap pengambilan obat, baik berobat jalan atau rawat inap, ada saja obat yang kosong dan pasien harus membeli di apotik lain dengan uang sendiri dengan harga obat yang berpariatif, ada yang beli Rp 200 – 400 ribu setiap jenis obat, bahkan ada yang sampai jutaan,” paparnya.
Anehnya, kata dia, obat yang pasien beli sendiri jarang diganti oleh pihak RSUD dan memang sepertinya sengaja dilakukan oleh RSUD.
“Kami tidak tahu apa yang menjadi kendala RSUD terhadap obat-obat yang sering langka ini, karena hasil kunker dibeberapa daerah, hanya RSUD Adjidarmo saja yang selalu langka obat-obat BPJS dan kami belum menemukan RSUD lain yang seperti RSUD Adjidarmo,” ujarnya.
Menurutnya, obat merupakan hak masyarakat peserta BPJS. Sehingga, kelangkaan obat di RSUD Adjidarmo seharusnya tidak terjadi. Karena hal tersebut bisa menyusahkan pasien kurang mampu.
“Warga yang menebus obat menggunakan BPJS tidak gratis, baik itu BPJS mandiri maupun BPJS PBI yang dibiayai pemerintah,” kata dia.
Terpisah, Ahmad, warga Kecamatan Rangkasbitung, yang merupakan keluarga Pasien berobat jalan ke poli psikiatri (kejiwaan), menyayangkan obat-obatan yang di kaper BPJS sering terjadi kekosongan.
“Saya membawa ibu saya berobat ke Poli psikiatri di RSUD Adjidarmo menggunakan BPJS mandiri, setelah selesai diperiksa dan di beri resep obat untuk diambil di tempat pengambilan obat di RS setempat, dari 3 jenis obat, saya hanya dikasih dua jenis obat saja, yang 1 harus beli diluar karena kosong,” terang Ahmad.
Lanjut dia, karena obat tersebut penting untuk kesembuhan ibunya, maka dirinya mencoba ke apotik yang telah ditunjuk RS untuk membelinya.
“Iya saya terpaksa beli walau harganya satu jenis obatnya mencapai hampir Rp 200 ribu,” ujarnya.
Ahmad menyesalkan, kelangkaan obat obatan di RSUD Adjidarmo. Bahkan, kelangkaan obat bukan saja terjadi dan menimpa dirinya. Melainkan juga terdapat keluarga pasien lainnya.
“Ada beberapa orang yang barengan menebus obat di apotik yang sama, karena obat BPJS di RSUD kosong, tapi yang membuat heran kenapa di apotik yang RS tunjuk ada,” paparnya.
Dikatakan Ahmad, kelangkaan obat di RSUD Adjidarmo ini harusnya tidak terjadi. Kalau kelangkaan ini terjadi akibat produsen atau pabriknya tutup atau tidak produksi itu hal lain. Ini kan obat hanya kosong di RSUD Adjidarmo saja di klinik atau apotik lain ada.
“Kami minta pemkab dan DPRD agar segera mengevaluasi managemen RSUD Adjidarmo,” tuturnya. (*)
Reporter: A Fadilah
Editor : E. Sahroni